Vektor DNA Rekombinan

    Sebagai teknologi modern teknologi DNA Rekombinan mendedikasikan berbagai manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupam manusia, seperti jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya telah diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA Rekombinan yang disebut juga Rekayasa Genetika atau GMO. Teknik DNA rekombinan merupakan rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom yang meliputi isolasi DNA, teknik memotong DNA, teknik menggabung DNA dan teknik untuk memasukan DNA ke dalam sel hidup. Rekayasa genetika ini adalah suatu ilmu yang mempelajari pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya terjadinya integrasi dan mengalami perbanyakan dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Vektor merupakan suatu mulekul DNA sirkular (terletak di sitoplasma sel prokariota) yang bertindak sebagai wadah untuk membawa DNA sisipan masuk ke dalam sel inang dan bertanggung jawab atas replikasinya (Muthiadin, 2014). Vektor sangat berperan penting, karena dalam GMO melalui proses memodifikasi genetik suatu spesies hidup misalnya cloning DNA dan mengekspresikan suatu produk gen dengan teknik rekombinan yang meliputi pemotongan, pemindahan dan penyisipan gen yang diinginkan dalam lingkungan genetik yang memerlukan DNA carrier (vektor inang) (Sambrook et al. 1990). Vektor dapat dapat dibedakan menjadi vektor kloning yang berfungsi untuk memperbanyak fragmen DNA yang disisipkan, sehingga fragmen DNA tersebut hanya direplikasi, tidak di transkripsi. Vektor digunakan untuk tujuan sekuensing atau perbanyakan DNA yang di sisipkan ke vektor ekspresi, sedangkan vektor ekspresi akan memproduksi protein dari gen yang diklon. Beberapa hal yang perlu diketahui bahwa vektor harus memiliki sifat, mampu memasuki sel inang, bereplikasi sendiri (memiliki ori), menghasilkan jumlah copy yang banyak dan mempunyai ukuran yang relatif kecil (< 10 kb). DNA yang masuk ke dalam sel bakteri selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk kromosom rekombinan. Transfer DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara, yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi. Vektor yang sering digunakan dalam DNA rekombinan diantaranya plasmid, bakteriofag, kosmid, fasmid, vektro YACs, vector YEps, Ti-Plasmid Agrobacterium tumefaciens, baculovirus.

1. Plasmid

    Plasmid merupakan DNA rantai ganda yang berbentuk sirkular dan terdapat bebas di dalam sel. Plasmid dapat bereplikasi sendiri di dalam sel inang karena mempunyai suatu urutan DNA spesifik yang disebut ori (origin of replication/titik awal replikasi) (Muthiadin, 2014). Joshua Lederberg (1952) menggunakan istilah plasmid dalam menggambarkan setiap elemen genetik bakteri yang ada dalam keadaan ekstrakromosomal dalam sebagian bentuk replikasinya, mencakup virus, bakteri, definisi tentang apa yang merupakan plasmid kemudian disempurnakan untuk menggambarkan secara eksklusif sebagian besar elemen genetik ekstrakromosomal yang bereplikasi secara mandiri. Sejak di awal 1970-an, kegunaannya dibuktikan untuk eksperimen kloning gen, sehingga plasmid menjadi sangat penting bagi teknologi DNA rekombinan modern sebagai kendaraan kloning gen dan ekspresi gen (Hayes, 2003). Plasmid diketahui berada di sebagian besar spesies Eubacteria serta di Archaea dan Eukarya. Plasmid sama seperti kromosom, direplikasi selama siklus sel pada bakteri sehingga sel-sel baru masing-masing dapat dilengkapi dengan setidaknya satu salinan plasmid pada pembelahan sel. Beberapa spesies bakteri menampung banyak plasmid berbeda yang dapat berkontribusi secara signifikan terhadap ukuran genom keseluruhan bakteri inang. Plasmid yang terjadi secara alami sangat bervariasi dalam sifat fisiknya (Tabel 1).

Tabel 1. Plasmid dengan Ciri Fisik Berbeda (Hayes, 2003)

            
    Kromosom bakteri berupa DNA sirkular atau DNA yang berbentuk lingkaran. Disamping memiliki satu kromosom, berbagai jenis bakteri juga memiliki DNA sirkular lainnya yang ukurannya jauh lebih kecil dari pada DNA kromosomnya. DNA sirkuler selain kromosom yang terdapat pada bakteri dinamakan plasmid. Jadi, plasmid merupakan DNA bakteri yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid dapat bereplikasi sendiri dan mengandung berbagai gen. Jenis, jumlah jenis, dan jumlah tiap jenis (copy) plasmid bervariasi antar sel. Bahkan antar sel dalam satu spesies bakteri (Hayes, 2003; Quintari, 2021).
Gambar 1. Bentuk genetik dari replikasi plasmid (Hayes, 2003).

    Replika plasmid ColE1 dari Escherichia coli adalah dasar untuk banyak vektor kloning gen dan ekspresi gen yang umum digunakan dalam biologi molekuler saat ini, Namun berbeda dengan replikasi plasmid yang mengandung iteron, replikasi ColE1 berlangsung tanpa protein inisiasi replikasi yang dikodekan plasmid dan sebagai gantinya menggunakan spesies RNA dalam inisiasi. Bentuk replikasi plasmid diatas menjelaskan (A) Bentuk replika generik yang berisi iteron (urutan DNA yang diulang secara langsung). Persegi panjang ewakili gen rep / produk protein (oval) mengikat iteron yang berulang (segitiga putih) dan situs operator (segitiga hitam) di ujung rep. Kotak warna hitam mewakili situs pengikatan untuk protein DNA host (oval terpisah). (B) Bentuk replika ColE1. Panah yang diarsir ke kiri dan ke kanan menunjukkan gen untuk transkrip RnaI dan RnaII. Panah putih mewakili gen rom. Persegi panjang yang tertutup dan terbuka menunjukkan lokasi perakitan asal dan primosom (Gambar 1) (Hayes, 2003). Banyak spesies bakteri mempunyai plasmid, tetapi plasmid yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan bukan plasmid dalam bentuk alami, melainkan yang sudah direkayasa. Plasmid tersebut telah diberi sisi pengenalan beberapa enzim restriksi agar dapat disisipi dengan DNA asing. Plasmid juga telah diberi dua gen marker, satu gen diperlukan untuk mendeteksi dengan mudah adanya plasmid di dalam sel, dan gen yang kedua diperlukan untuk mendeteksi adanya DNA asing (Muthiadin, 2014).

2. Bakteriofag

    Bakteriofaga merupakan virus yang menginfeksi bakteri. Bakteriofaga mempunyai struktur yang sangat sederhana, hanya terdiri dari satu molekul DNA atau RNA yang membawa sejumlah gen dan dikelilingi oleh selubung atau kapsid yang disusun oleh molekul protein. Pada proses infeksi bakteri oleh faga, partikel faga melekat pada bagian luar bakteri dan memasukkan DNA kromosomnya ke dalam sel. Molekul DNA faga kemudian mengadakan replikasi, gen-gen faga mengatur sintesis protein komponen kapsid. Partikel-partikel faga yang baru kemudian dirakit dan dilepaskan dari bakteri. Sel bakteri mengalami lisis. Sama seperti plasmid, DNA faga yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan umumnya sudah dimodifikasi dengan penambahan sisi restriksi. Perbedaanya dengan plasmid, bakteriofaga dapat menampung fragmen DNA dengan ukuran yang lebih besar. Bakteriofag masing-masing terdiri dari kapsid, kerah, ekor dan serat ekor. Kapsid adalah perakitan protein di mana materi genetik berada. Materi genetik dapat berupa DNA dan RNA untai ganda atau tunggal. Bakteriofag memiliki ekor, yang digunakan untuk mengenali bakteri dan mentransfer materi genetik ke dalam bakteri (Gambar 2 & 3).

Gambar 2. Struktur Bakteriofag (Okutan et al.2019)

Gambar 3. Struktur Bakteriofag T4 (Campbell, 2011)

    Beberapa jenis bakteriofeg seperti fag l merupakan virus kompleks yang menginfeksi bakteri E. coli. DNA l yang diisolasi dari partikel fag ini mempunyai konformasi linier untai ganda dengan panjang 48,5 kb, namun masing-masing ujung fosfatnya berupa untai tunggal sepanjang 12 pb yang komplementer satu sama lain sehingga memungkinkan DNA l untuk berubah konformasinya menjadi sirkuler. Kemudian bentuk sirkuler tempat bergabungnya kedua untai tunggal sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos. Bakteriofag l mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase litik dan fase lisogenik. Pada fase litik, transfeksi sel inang (istilah transformasi untuk DNA fag) dimulai dengan masuknya DNA l yang berubah konformasinya menjadi sirkuler dan mengalami replikasi secara independen atau tidak bergantung kepada kromosom sel inang. Setelah replikasi menghasilkan sejumlah salinan DNA l sirkuler, masing-masing DNA ini akan melakukan transkripsi dan translasi membentuk protein kapsid (kepala). Selanjutnya, tiap DNA akan dikemas (packaged) dalam kapsid sehingga dihasilkan partikel l baru yang akan keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel inang lainnya. Sedangkan lisogenik DNA l akan terintegrasi ke dalam kromosom sel inang sehingga replikasinya bergantung kepada kromosom sel inang. Fase lisogenik tidak menimbulkan lisis pada sel inang. Di dalam medium kultur, sel inang yang mengalami lisis akan membentuk plak (plaque) berupa daerah bening di antara kolonikoloni sel inang yang tumbuh.

    Bakteriofag M13, yang mempunyai genom berupa untai tunggal DNA sirkuler sepanjang 6.408 basa. Infeksinya pada sel inang berlangsung melalui pili, suatu penonjolan pada permukaan sitoplasma. Ketika berada di dalam sel inang genom M13 berubah menjadi untai ganda sirkuler yang dengan cepat akan bereplikasi menghasilkan sekitar 100 salinan. Salinan-salinan ini membentuk untai tunggal sirkuler baru yang kemudian bergerak ke permukaan sel inang. Dengan cara seperti ini DNA M13 akan terselubungi oleh membran dan keluar dari sel inang menjadi partikel fag yang infektif tanpa menyebabkan lisis karena fag M13 terselubungi dengan cara pembentukan kuncup pada membran sel inang, maka tidak ada batas ukuran DNA asing yang dapat disisipkan kepadanya. Jika dibandingkan dengan yang lain, fag M13 dapat digunakan untuk sekuensing (penentuan urutan basa) DNA dan mutagenesis tapak terarah (site directed mutagenesis) karena untai tunggal DNA M13 dapat dijadikan cetakan (templat) di dalam kedua proses tersebut (Gambar 4) (Muthiadin, 2014).

Gambar 4. Berbagai jenis bakteriofag dalam kaitannya dengan genomnya (Okutan et al.2019)

    Bakteriofag adalah virus dan tidak memiliki enzim serta bahan metabolik untuk membuat protein dan ribosom tambahan. Dengan kata lain, bakteriofag adalah parasite yang hanya dapat memperbanyak diri di dalam sel inang (bakteri). Ada jutaan jenis bakteriofag yang berbeda, yang masing-masing hanya dapat menginfeksi bakteri dalam jumlah terbatas. Fag mengidentifikasi sel inang mereka menggunakan ekor proteinnya dan molekul reseptor spesifik sel. Ketika bakteriofag individu telah menemukan targetnya, fag menempatkan dirinya di luar membran sel bakteri dan materi genetiknya ditembakkan ke dalam bakteri sehingga Bakteriofag sekarang memiliki kesempatan untuk bereproduksi melalui siklus seperti:

Siklus Litik

    Siklus yang terjadi infeksi dengan berakhirnya kematian sel inang. Siklus litik adalah siklus replikasi yang paling umum digunakan oleh bakteriofag. Fag virulen hanya dapat bereplikasi melalui siklus litik Ketika materi genetik dimasukkan ke dalam sel inang, sel diprogram ulang untuk menyalin DNA fag dan menghasilkan komponen untuk fag baru. Ketika bakteri habis, dinding sel bakteri rusak dan bakteriofag baru dilepaskan. Setiap bakteriofag individu kemudian dapat menginfeksi sel bakteri baru, yang dalam beberapa jam dapat membasmi seluruh populasi sel bakteri. Tahap siklus ini diawali dengan Bakteriofag mencari sel inang yang rentan (bakteri) yang memiliki reseptor yang tepat. Bakteriofag menggunakan ekornya untuk mengidentifikasi sel bakteri. Ketika bakteri telah menemukan sel inang dan menempatkan dirinya di luar membrane sel (adsorpsi). Bakteriofag menggunakan serat ekornya untuk mengikat permukaan bakteri. Setelah mengikat reseptor pada bakteri, bagian bawah bakteriofag mendekati permukaan sel. Bakteriofag mentransfer materi genetik ke bakteri melalui ekornya yang berbentuk jarum. Selama fase laten, pembentukan protein, DNA dan RNA sel diambil alih. Transkripsi gen DNA bakteriofag dilakukan dan protein serta komponen yang diperlukan diproduksi. Bakteri telah menjadi pabrik bakteriofag untuk bahan virus untuk fag baru. DNA bakteri melewati proses berikutnya dan menjadi tidak aktif dan dihidrolisis. Kemudian, Protein tambahan merakit bakteriofag baru dengan melakukan: Pertama, pelat basal dirakit, bersama dengan serat ekor, kemudian Kepala (Capsid) dirakit secara terpisah dan materi genetik ditempatkan di kapsid serta serat ekor bergabung dengan bagian lainnya.

    Selama fase terakhir dari siklus litik, produksi masing-masing protein Holin dan enzim Lysin (endolysin). Holin adalah sekelompok protein kecil yang diperlukan untuk memulai dan mengontrol pemecahan dinding sel bakteri. Lisin adalah enzim yang mampu memecah salah satu dari lima ikatan dalam peptidoglikan (komponen utama dinding sel) Yang mengakibatkan dinding sel bakteri rusak dan bakteriofag yang baru direproduksi. Bakteriofag baru sekarang dapat melakukan proses yang sama pada jenis bakteri yang sama (Gambar 5).

Gambar 5. siklus litik (Okutan et al.2019)

Siklus Lisogenik

    Siklus lisogenik sangat mirip dengan siklus litik. Bakteriofag menempel pada bakteri dan menembakkan materi genetiknya ke dalam sel. Tahap siklus ini diawali dengan adsorpsi,  pengikatan pada reseptor dan injeksi materi genetic yang berlangsung dengan cara yang sama seperti pada litik, namun  Setelah injeksi materi genetik, berlawanan dengan siklus litik, tidak ada transkripsi gen lebih lanjut dari DNA yang terjadi. Produksi bakteriofag baru tidak dimulai. Sebaliknya, protein repressor terbentuk mengikat apa yang disebut operator pada DNA bakteriofag. Tujuan dari protein represor adalah untuk masuk dan memblokir DNA sehingga tidak terjadi transkripsi. DNA dinonaktifkan dan pembentukan mRNA (Gambar 5).

Gambar 5. representasi dari efek protein represor pada untai DNA (Okutan et al.2019)

    DNA yang ditekan bakteriofag berintegrasi ke dalam genom bakteri, dan menjadi apa yang disebut "profag". Pro adalah tahap di mana ia duduk secara pasif di dalam genom bakteri sebelum beralih kembali ke replikasi litik. Melalui pembelahan sel bakteri, genom yang dimodifikasi akan diteruskan ke generasi bakteri berikutnya. Bakteri terus melakukan pembelahan sel alami dan tidak dipengaruhi oleh DNA bakteriofag dan bakteri berisiko rusak. Sel membentuk enzim protease yang memecah protein represor dari operator sehingga mengaktifkan kembali DNA bakteriofag dan menghasilkan materi genetik bakteriofag melalui siklus litik (Okutan et al.2019).

3. Kosmid

    Kosmid merupakan vektor yang dikonstruksi dengan menggabungkan kos dari DNA l dengan plasmid (Muthiadin, 2014). Kemampuannya untuk membawa fragmen DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan dari pada fag l dan plasmid.  Wahl et al. (1987) mengatakan Vektor-vektor ini berisi promotor transkripsi dari diantaranya seperti bakteriofag SP6, T7, atau T3 yang mengapit situs kloning BamHI. Ekspresi gen yang mengkode penanda dominan neomycin phosphotransferase atau gen dihydrofolate reductase yang dapat diperkuat yang diekspresikan dari promotor SV40 dimasukkan untuk digunakan dalam studi transfer gen. Selain itu juga Saito & Stark (1986) menggunakan Charomids sebagai vektor kosmid untuk kloning dan pemetaan fragmen yang cukup efisien digunakan. Charomid adalah vektor kosmid hingga 52 kilobase (kb) panjangnya, membawa 1-23 salinan fragmen spacer 2 kb yang dihubungkan dalam array tandem head-to-tail. Seperti cosmid dan lambda phage, charomid dapat dikemas secara in vitro untuk pengenalan yang efisien ke dalam bakteri. Charomids berisi polylinker dengan sembilan situs pembatasan untuk kloning dan dapat digunakan tanpa menyiapkan lengan vektor. Menggunakan charomid dengan ukuran yang sesuai, seseorang dapat mengkloning sisipan dengan ukuran berapa pun hingga 45 kb. Struktur charomid memfasilitasi pemetaan pembatasan DNA sisipan kemudian setelah kloning, semua fragmen spacer dapat dihilangkan dengan mudah. Setelah seleksi berdasarkan fraksinasi ukuran dalam gel agarosa, urutan genomik salinan tunggal tertentu dapat dikloning dengan cepat hingga sekitar 3 mikrogram DNA.

4. Phasmid

    Phasmid merupakan Kelompok vektor sintetis lain dapat berupa gabungan antara plasmid dan fag l. Vektor yang dinamakan fasmid ini membawa segmen DNA l yang berisi ATT. Tempat ATT digunakan oleh DNA l untuk berintegrasi dengan kromosom sel inang pada fase lisogenik. Phasmid (phage plasmid hybrid) P4 vir1 dapat diperbanyak dalam Escherichia sebagai litik yang bergantung pada penolong, sebagai plasmid, atau sebagai profag (Gutmann et al.1990). Turunan dari P4 telah dibangun untuk digunakan sebagai vektor cloning, hal ini juga menunjukkan bahwa phasmid P4 akan menyebar sebagai litik yang bergantung pada penolong dan sebagai plasmid dalam Salmonella spp. dan E. coli serta dapat digunakan sebagai vektor antar-jemput efisiensi tinggi untuk transfer reversibel gen kloning antara Salmonella spp. dan E. coli Kegunaan sistem vektor kloning ini untuk analisis faktor virulensi patogen ditunjukkan oleh kloning dan ekspresi operon P pilus adhesin dan operon hemolysin dari uropathogenic E. coli. Elledge Walker (1985) mengatakan Vektor kloning fasamid juga mampu tumbuh secara litik sebagai inang nonimmune atau secara lisogenik sebagai fasmid pada inang kekebalan tubuh. vektor ini juga menggunakan seleksi Spi- untuk penyisipan DNA ke dalam vektor dan memiliki kemampuan untuk menerima fragmen Sau3A1, BamHI, BglII, BclI, atau XhoII berbasis 2 hingga 19 kilo; rekombinan yang mengliosogenisasi inang kekebalan sebagai plasmid yang dapat dipilih nomor salinan tunggalnya pada frekuensi 100%.

5. Vektor YACs

    YACs (yeast artifisial chromosomes atau kromosom buatan dari khamir) dikonstruksi dengan menggabungkan antara DNA plasmid dan segmen tertentu DNA kromosom khamir. Segmen kromosom khamir yang digunakan terdiri atas sekuens telomir, sentromir, dan titik awal replikasi. Vektor ini dapat membawa fragmen DNA genomik sepanjang lebih dari 1 Mb, sehingga dapat digunakan untuk klon gen utuh manusia, misalnya gen penyandi cystic fibrosis yang panjangnya 250 kb. Jika dianalisa kemampuannya, kemampuannya sangat berguna dalam pemetaan genom manusia seperti yang dilakukan pada Proyek Genom Manusia. 

    Teknologi ragi buatan pada kromosom (YAC) telah memungkinkan kloning dan modifikasi genetik segmen DNA dalam ukuran ribuan kilobase, sehingga Molekul seperti itu terlalu besar untuk dikloning dengan teknologi kloning konvensional, tetapi ketika dikloning di antara lengan vektor YAC, molekul tersebut dapat dipertahankan secara stabil dalam ragi dan dapat diubah secara genetik serta terjadi manipulasi oleh rekombinasi homolog, yang terjadi secara efisien dalam sel ragi inang. Seperti yang dilakukan oleh Jakobovist (1994) dengan memasukan YAC ke dalam sel ES (embrionik tikus) hanya dengan mengisolasinya dari sel ragi dan mentransfeksi sel ES dengan fragmen DNA YAC yang dimurnikan. Sekitar 40% dari klon yang dipilih mempertahankan kedua lengan vektor, sehingga menunjukkan seluruh 670kb YAC telah terintegrasi ke dalam kromosom tikus dan menunjukkan bahwa lengan vektor dapat digunakan untuk membawa penanda untuk pemilihan sel ES yang diubah (gambar 6). Pada penelitian tersebut juga mengatakan bahwa Lokus yang dimasukan ke genom tikus menggunakan teknologi YAC telah memungkinkan untuk kompatibilitas sekuens manusia dengan rekombinasi gen dan mesin ekspresi  Ig (Indeks Glikenik) tikus. melalui strategi yang dikembangkan dimungkinkan untuk menguji kemampuan lokus manusia untuk menggantikan padanan tikus dan khususnya untuk menghasilkan tikus yang membuat antibodi manusia sepenuhnya, yang memiliki imunogenisitas lebih rendah pada manusia dan sifat farmakologis yang lebih diinginkan daripada antibodi tikus yang direkayasa, sehingga lebih cocok untuk aplikasi terapeutik manusia (Gambar 7).

Gambar 6. Garis besar bentuk kromosom buatan ragi (YAC), yang dapat digunakan untuk mentransfer fragmen besar DNA manusia ke dalam genom sel ES tikus. Ked
ua lengan vektor berakhir di telomer ragi, dan satu membawa sentromer (CEN4) dan asal replikasi (ARSI); dua gen (TRPI dan URA3) bertindak sebagai penanda yang dapat dipilih yang menstabilkan YAC dalam sel ragi (Jakobovist, 1994).

Gambar 7. Strategi yang dikembangkan untuk menghasilkan tikus yang mengekspresikan gen lg manusia, melalui YAC, tetapi bukan gen lg tikus endogen, yang dinonaktifkan oleh rekombinasi homolog sel ES (Jakobovist, 1994).


6. Vektor YEps

    YEps (yeast episomal plasmids) merupakan vektor yang dirancang atas dasar plasmid 2 mikron untuk keperluan kloning dan ekspresi gen pada Saccharomyces cerevisiae dirancang atas dasar plasmid alami berukuran 2 μm. Plasmid ini memiliki sekuens DNA sepanjang 6 kb, yang mencakup titik awal replikasi dan dua gen yang terlibat dalam replikasi. Segmen plasmid 2 mikronnya membawa titik awal replikasi, sedangkan segmen kromosom khamirnya membawa suatu gen yang berfungsi sebagai penanda seleksi, misalnya gen LEU2 yang terlibat dalam biosintesis leusin, sehingga YEps dapat terintegrasi ke dalam kromosom khamir inangnya (Muthiadin, 2014). Plasmid yang digunakan untuk mengubah Saccharomyces dapat dibagi menjadi tiga kelompok: ragi centromeric plasmids (YCps), Yeast Episomal plasmids (YEps) dan Yeast Integrative plasmids (Yips). YCps membutuhkan urutan replikasi otonom (ARS) dan urutan sentromerik (CEN) di mana kompleks kinetochore menempel, sehingga berperilaku seperti kromosom mikro (Clarke dan Carbon, 1980; Westermann et al., 2007; Nora et al. 2018). Plasmid sentrimer ragi (YCps) menyimpan urutan replikasi otonom (ARS) dan urutan sentromerik (CEN), yang memungkinkan vektor berperilaku sebagai kromosom mini. Plasmid Episomal Ragi (YEps) memiliki kemampuan dengan asal replikasi 2μ dan mirip dengan plasmid pada bakteri, yang terjadi pada plasmid Integratif Ragi (Yips), daerah homolog (diberi label hr1 dan HR2) ke kromosom inang memungkinkan integrasi wilayah target melalui peristiwa rekombinasi homolog. Penanda ragi (YSM) mewakili gen yang memungkinkan pemilihan transforman yang menyimpan vector, jika diperhatikan pada semua bentuk memperlihatkan daerah tertentu untuk replikasi inang bakteri (biasanya E.) dan wilayah yang diperlukan untuk replikasi atau integrasi dalam ragi (Gambar 8).

Gambar 8. Vektor modular yang dirancang pada ragi (Nora et al. 2018)

    Jika dikaji lebih jauh diketahui bahwa hampir semua jenis YEps, YCps dan Yips  menunjukkan manfaat modularitas yang tidak terbatas, yang berarti bahwa semua bagian vektor diapit oleh situs pembatasan dan dapat dipertukarkan atau diganti. Keadaan ini juga menunjukan beberapa integrasi dan penanda resistansi yaitu auxotrophic. Vektor integrasi dari seri EasyClone dan pRG menggunakan mekanisme cross-over ganda untuk berintegrasi ke dalam genom, sehingga menentukan stabilitas sisipan di dalam kromosom. Manipulasi ragi akan diperlihatkan pada (tabel 1) sejak 2007 hingga 2017.

Tabel 1. Vektor plasmid digunakan untuk transformasi jamur


7. Ti- Plasmid Agrobacterium tumefaciens

    Hoekema et al (1983) mengatakan bahwa Bakteri tanah Agrobacterium tumefaciens adalah patogen tanaman yang menyebabkan tumor Crown-gall setelah infeksi tanaman dikotil yang terluka. Genus Agrobakterium termasuk spesies bakteri saprofit terutama yang hidup di mikroflora tanah, di mana mereka biasanya terjadi di rizosfer (Pacurar et al. 2011) (Gambar 9). Bakteri agrobacterium juga membawa plasmid berukuran 200 kb, plasmid besar (Ti/Tumor inducing/penyebab tumor) ini bertanggung jawab atas onkogenisitas bakteri. Tumor Crown-gall mengandung segmen DNA yaitu T-DNA yang homolog dengan bagian yang ditentukan oleh Ti-plasmid yang ada dalam bakteri pemicu tumor dan secara stabil diintegrasikan ke dalam genom tanaman. Terlepas dari T-DNA wilayah lain dari Ti-plasmid disebut vir-region yang sangat penting untuk induksi tumor. Strain A. tumefaciens yang menampung dua plasmid memiliki kapasitas pemicu tumor, sedangkan T-DNA pada plasmid tersebut dapat dengan mudah dimanipulasi secara genetik menggunakan Escherichia sebagai inang. Transfer plasmid ke dalam strain A. tumefaciens yang menampung plasmid dengan wilayah gen virulensi (vir) memungkinkan pengenalan T-DNA yang dimanipulasi bagi sel tanaman. Beberapa mengarah pada aktifitas pengangkutan molekul T-DNA dari Agrobakterium ke dalam nukleus inang dan integrasinya ke dalam genom inang (Gelvin, 2010; Chumakov, 2013). Langkah-langkah tersebut meliputi (1) aktivasi Agrobakterium sistem virulensi, (2) adhesi Agrobakterium ke permukaan sel tanaman, (3) eksisi T-DNA dari plasmid Ti dan diproses lebih lanjut di Agrobakterium, (4) Transportasi protein virulensi dan untai T-DNA ke dalam sitoplasma inang, (5) Pembentukan kompleks T-DNA dan perdagangan sitoplasma, (6) Transportasi kompleks T-DNA ke dalam nukleus inang, (7) Transportasi kompleks T-DNA ke kromatin, 8) pengupasan protein dari kompleks T-DNA sebelum integrasi T-DNA, 9) integrasi T-DNA ke dalam genom inang, (10) ekspresi transgen (Pavel et al, 2015).

Gambar 9. Tumor Empedu Mahkota di Pohon Oak (Pacurar et al. 2011)

    Molekul sinyal yang dilepaskan dari jaringan tanaman yang terluka (1) dikenali oleh bakteri sistem transduksi sinyal komponen VirA/VirG2 (2). Setelah berhasil menempel pada sel tanaman sehat yang rentan (3), aktivasi virgen mengarah ke endonuklease spesifik oleh VirD1 / VirD2 yang menargetkan urutan T-DNA. Mereka memproses T-DNA dari Ti-plasmid dan melepaskan T-DNA untai tunggal (ssT-strand) melalui mekanisme penggantian untai(4). Selanjutnya, protein VirD2 secara kovalen menempel secara polar ke ujung 5’ T-strand (membentuk apa yang disebut "T-kompleks imatur") (5). Konjugat VirD2/T-strand kemudian ditransfer ke sitoplasma tanaman melalui sistem sekresi tipe IV (T4SS) yang dibentuk oleh 11 protein VirB dan VirD4 (6). Pada kutub bakteri, paket yang mengandung T-DNA disuntikkan ke dalam sel tumbuhan dan melewati tiga membran, dinding sel tumbuhan dan ruang seluler. Secara independent dengan menggunakan rute yang sama, protein virulensi bakteri lainnya (VirE2, VirE3, VirF dan VirD5) yang melayani proses transformasi diekspor ke sel inang. Kompleks T matang dirakit di dalam sel inang dengan mengaitkan untai T terkonjugasi VirD2 ("T-kompleks imatur") dengan VirE2 (7). Telah disarankan bahwa VirD2 dan VirE2 melindungi ssT-strand (single stranded T-strand) dari serangan eksonukleolitik di dalam sitoplasma tanaman dengan menempelkannya ke ujung 5’. Baik protein VirD2 dan VirE2 mengandung sinyal lokalisasi nukleus dan berfungsi sebagai protein percontohan untuk memandu "pematangan T-Kompleks" ke nukleus tanaman. Di dalam nukleus, protein pendamping dilepaskan melalui proteolisis dan T-DNA untai tunggal yang tidak dilapisi diubah menjadi molekul untai ganda. Selanjutnya, berada di kromatin inang dan berintegrasi ke dalam genom inang(8). Setelah integrasi berhasil, kemudian ekspresi gen yang dikodekan T-DNA mengarah pada sintesis protein bakteri (9), mendorong pembentukan tumor (Gambar 10).

Gambar 10. Model sederhana Proses Transformasi yang dimediasi oleh Agrobakterium (Pavel et al, 2015).

8. Baculovirus

    Baculovirus merupakan virus yang menginfeksi serangga. Salah satu protein penting yang disandi oleh genom virus ini adalah polihedrin, yang akan terakumulasi dalam jumlah sangat besar di dalam nuclei sel-sel serangga yang diinfeksi karena gen tersebut mempunyai promoter yang sangat aktif. Promoter ini dapat digunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yang diklon ke dalam genom bacilovirus sehingga akan diperoleh produk protein yang sangat banyak jumlahnya di dalam kultur sel-sel serangga yang terinfeksi (Muthiadin, 2014). Baculoviridae adalah patogen virus yang menular di artropoda, terutama serangga ordo Lepidoptera. Mereka juga diisolasi dari ordo serangga Hymenoptera, Diptera dan Trichoptera, serta dari ordo krustasea Decapoda (udang) (Couch, 1974; Rohrmann, 1992). Baculovirus dicirikan dengan virion berbentuk batang besar yang mengandung genom dsDNA superkoil dengan ukuran mulai dari 88 hingga lebih dari 160 kbp. Sebuah bentuk yang menonjol adalah oklusi virion dalam matriks protein kristal, dan dua genera telah dibedakan berdasarkan struktur kasar dari tubuh oklusi. Satu genus, virus polihedrosis nuklir (NPV), memiliki badan oklusi berbentuk polihedron dengan diameter I sampai 15 pm yang terdiri dari protein yang disebut polihedrin yang mengkristal di sekitar nukleokapsid. Manfaat Baculovirus secara luas dapat dirasakan sebagai vektor ekspresi, Baculovirus secara tradisional menarik karena kemampuannya untuk mengendalikan populasi serangga secara selektif. Kompleksitas baculovirus sebagian karena adanya dua fenotipe virus yang berbeda secara struktural dan memiliki peran spesifik selama siklus hidup Baculovirus (Blissard & Rohman, 1990; Volkman et al. 1976; Rohrmann, 1992). Fenotipe tunas virus (Budded Virus/BV) (juga dikenal sebagai virus ekstraseluler) diproduksi selama tahap awal infeksi, menyebarkan infeksi dari sel ke sel di dalam serangga dan sangat menular untuk sel yang dikultur (Volkman & Summers, 1977; Rohrmann, 1992). Sebaliknya, fenotipe polyhedra-derived virion (PDV) dan juga dikenal sebagai oklusi virus (OV), diproduksi selama tahap terminal infeksi virus, terpusat di nukleus dan tersumbat dalam polihedra. PDV yang tersumbat mampu bertahan untuk waktu yang lama di luar serangga inang namun, setelah dicerna oleh serangga yang rentan, polyhedra melepaskan PDV yang memulai infeksi di dalam sel usus tengah serangga. (Volkman & Summers, 1977; Rohrmann, 1992) (Gambar 11).

Gambar 11 Komponen struktur Baculovirus dengan menunjukan Dua fenotipe baculovirus (Rohrmann, 1992)


Referensi:

Elledge, S.J. & Walker, G.C. 1985. Phasmid vectors for identification of genes by complementation of Escherichia coli mutants. Journal of Bacteriology, 162 (2)

Gutmann, L., Agarwal, M., Arthur, M., Campanelli, C., Goldstein, R. 1990. A phasmid shuttle vector for the cloning of complex operons in Salmonella. Elsevier, 23 (1) : 42-58

Hayes, F. 2003.The Function and Organization of Plasmids. In: Casali, N., Preston, A. (eds) E. coli Plasmid Vectors. Methods in Molecular Biology™, 235. Humana Press

Hoekema, A., Hirsch, P.R., Hooykaas, P.J.J., Schilperoort, R.A. 1983. A binary plant vector strategy based on separation of vir- and T-region of the Agrobacterium tumefaciens Ti-plasmid. Nature, (303) :179–180

Jakobovist, A. 1994. Tools of the Trade YAC Vectors: Humanizing the mouse genome. Current Biology, 4 (8) : 761-763

Muthiadi, C. 2014. Pengantar Rekayasa Genetika. Alauddin Univeristy Press, Makassar

Nora, L.C., Westmann, C.A., Martins-Santana, L., de Fátima Alves, L.,  Monteiro, L.M.O.,  Guazzaroni, M-E., Silva-Rocha, R. 2018. The art of vector engineering: towards the construction of next-generation genetic tools. Microbial Biotechnology, 12 (1)

Okutan, I., Hansen, M.P., Lorenz, M.D., Olesen, A., Watmanzadeh, A., Christensen, C. 2019.  Bakteriofag: En antibakteriel løsning. Roskilde Universitet

Pavel, K., Olga, S., Ivan, L., Anna, D., George, K., Jozef, S. 2015. Transient plant transformation mediated by Agrobacterium tumefaciens: principles, methods and applications. Biotechnology Advances,  33 (6) 2 :1024-1042

Rohrmann, G.F. 1992. Baculovirus structural proteins. Journal of General Virology, (73) :749-761

Saito, I. & Stark, GR. 1986. Charomids: cosmid vectors for efficient cloning and mapping of large or small restriction fragments. National Acad Sciences, 83 (22):8664-8668

Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T. 1990. Molecular cloning, A laboratory manual. 2nd ed. Cold Spring Harbour Laboratory Press, Clod Spring Harbour, NY.

Wahl, G., Lewis, K.A., Ruiz, J.C. 1987. Cosmid vectors for rapid genomic walking, restriction mapping, and gene transfer. National Acad Sciences, 84 (8: 2160-2164













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekspresi Gen Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan

Teknologi Editing Genom “CRISPR Cas9” Pada Tanaman