Morfogenesis Embrio Somatik

    Sistem embrio yang mengalami pembelahan sel dengan cepat pada bagian yang meristematik merupakan karakteristik dari peristiwa embriogenik, dimana embriogenesis somatik yang merupakan proses yang melibatkan perkembangan sel somatik baik melalui haploid atau diploid menjadi tanaman terdiferensiasi melalui tahapan karakteristik embriologi tanpa perpaduan gamet (Williams and Maheswaran, 1986). Peristiwa yang terjadi pada eksplan dimulai dengan kalus embriogenik terjadi karena kemudian berkembang pada fase globular (Sukmadjaja, 2005). Sebagai upaya mencapai proses embriogenesis somatik beberapa hal yang diperhatikan dan menjadi faktor keberhasilan induksi yaitu zat pengatur tumbuh dan genotip eksplan (Basri, 2016).  Fenomena yang terjadi pada Fase globular dan fase hati menggunakan zat pengatur tumbuh sitokinin antara lain Benzyladenin (BA) yang berperan secara fisiologis sama dengan Thidiazuron atau 2,4-D, dan NAA ketika pada fase pembentukan kalus. Kemudian tahap pendewasaan, konsentrasi sitokinin diturunkan hingga tahap perkecambahan akan dilanjutkan penambahan GA3 (Husni and Kosmiatin, 1997; Hutami et al. 2002; Mariska et al. 2001; Rai and McComb 2002).

    Setiap fase menggunakan jenis zat pengatur tumbuh yang berbeda. Grzyb, et al.(2018) mengatakan pada fase pertumbuhan embrio yang berlebihan perlu ditambahkan zat penghabat pertumbuhan embrio menggunakan beberapa dari jenis hormon auksin yaitu 2,3,5-triiodobenzoic acid (TIBA).  Tretyakova et al. (2019), juga mengatakan bahwa pemberian jenis hormon asam salisilat (SA) dan asam absisat (ABA) produksi embrio somatik benar-benar terhambat. Setiap varietas tanaman memiliki genotip yang berbeda dan mempengaruhi respon pertumbuhan serta perkembangan embriogenesis, hal demikin dapat terlihat pada masing-masing fase pertumbuhan  sebagai control dari genetik eksplan yang digunakan (Basri, 2016). Azizi (2017) menyatakan pentingnya memperhatikan kondisi genotip eksplan, hubunganya dalam meningkatkan multiplikasi sel pada fase kalus embriogenik. Eksplan yang dipilih harus masih dalam kondisi meristem seperti tunas atau daun muda (meristem apical tunas), kuncup bunga (Azizi, et al. 2017; Zuyasna, et al.2012). Tunas meristem merupakan bagian yang septik karena tidak adanya plasmodesmata pada meristem dome, pembelahan sel yang cepat, adanya zat inhibitor, serta stabilitas genetik yang konsisten (Alam et al. 2010; Karjadi and Buchory, 2007; Purba, et al. 2017). Artikel ini tidak memberikan gambaran lengkap tentang kondisi lapangan, namun akan fokus pada sejumlah contoh yang menggambarkan dengan baik sebagai bagian dari proses morfogenesis tanaman pada mikropropagasi embryogenesis somatik kultur tanaman. Maka akan meninjau secara singkat literasi sebagai sumber tentang pengendalian induksi embriogenesis somatik yang dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh dan genotip dari eksplan.

Mekanikal Hormon Terhadap Embriogenesis Somatik (SE)

    Embriogenesis somatik merupakan proses buatan melalui embrio atau seluruh bagian embrio yang berasal dari sel somatik tunggal atau kelompok sel somatik (Martin, 2004). Melalui embriogenensis somatik harapannya dapat mengatasi permasalahan perbanyakan tanaman tanpa biji dan tanaman berbiji keras (Sajimin & Purwantari, 2017). Hormon merupakan bagian penting dalam proses ini khususnya mengatur pertumbuhan dan memicu proses transkripsi RNA, emalalui tahap signaling berupa aktifitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan terhadap pengaruh dari lingkungan diluar sel. Pada saat mencapai tingkat tertentu maka sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi, baik dari tingkat cekaman hingga respon pemicu pertumbuhan (Pujiasmono, 2020). Tahap induksi embrio somatik, sel somatik harus dialihkan ke sel embriogenik yang memiliki totipotensi. Sari (2013) membuktikan Induksi embrio somatik dari kultur kotiledon yang menggunakan media modifikasi vitamin B5 dengan penambahan hormon auksin NAA dan 2,4-D merupakan hormon auksin sintesis yang sangat aktif dan kuat dan cukup resisten terhadap degradasi enzimatik serta proses konjungasi dengan senyawa lain. Hormon auksin 2,4-D yang cenderung menginduksi embrio somatik secara tidak langsung melalui fase kalus embriogenik merupakan bentuk cekaman NaCl terhadap eksplan (Khaerani, et al. 2018). Kondisi demikian terjadi pada proses yang menyertai mekanisme kompleks seperti pengenalan rangsangan internal, eksternal, dan regulasi jaringan tanaman (Chugh and Khurana, 2002).

    Mekanisme molekuler inisiasi embrio somatik menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) umumnya dianggap sebagai upaya lebih dari 80% proses induksi kalus embriogenik dengan menggunakan auksin eksogen untuk memicu gen seperti: YUCCA(YUC), AUXIN/INDOLE-3-ACETIC ACID (AUX/IAA), AUXIN RESPONSE FACTOR (ARF) (Luo, et al.,2018). Kang, et al. (2021) menganalisis sampel yang diklasifikasikan menjadi tiga tahap; C, SE, dan D. Stadium C mewakili kontrol, embrio zigotik, yang diekstraksi dari biji dan digunakan sebagai eksplan (Gbr. 1a). Tahap SE merupakan embrio somatik awal yang baru saja diinduksi dari eksplan (Gbr. 1b). Tahap D singkatan dari embrio somatik matang, dipisahkan dari tahap SE dan dikembangkan pada medium tanpa ZPT sampai terlihat seperti tahap kontrol.


Sumber: Hye‑In et al. 2021
Gambar 1. Fotomikrograf sampel pada stadium C, SE, D. (a) stadium C, embrio zigotik digunakan sebagai eksplan. (b) stadium SE, secara langsung menginduksi embrio somatik awal pada permukaan eksplan. (c) stadium D, embrio somatik matang

    Embriogenesis somatik dibagi menjadi beberapa tahap diantaranya kalus embriogenik dan tahap perkembangan embrio somatik, dimana SE pada tahap globular mengembangkan embrio yang terisolasi. Jenis SE merupakan perkembangan embrio yang langsung muncul dari permukaan sel somatik, sedangkan embrio yang tidak melalui tahap kalus embriogenik seperti pada T. amurensis embriogenesis somatik langsung' (Mizukami et al.,2008). Kondisi ini juga di dukung oleh Ardiyani et al. (2021) pada stadium pertumbuhan atau grobular, pertumbuhan kalus hasil dari ekspresi penambahan sitokinin dan auxin akan tumbuh berimbang, sehingga ekspresi hormon juga mempengaruhi berat embrio kotiledon. Pada prinsipnya ktiledon yang lebih berat dapat menghasilkan kerja pertumbuhan meningkat dibandingkan embrio yang lebih ringan, seperti sifat dasar dari sel yang dapat melakukan proses pembelahan secara simetrik menghasilkan dua sel anak dengan volume yang hampir sama serta pembelahan asimetrik, dimana satu sel induk menghasilkan satu sel induk baru disebut proliferasi dan satu sel anak yang akan berdiferensiasi membentuk sel yang sama sesuai dengan lingkungan mikro sel anak ini berada (Lim, 2016).
    Keseimbangan terhadap hormon pada induksi kalus embriogenik dapat dicapai dengan etiolasi jangka panjang dari planlet donor (Mikuła et al. 2015). Kondisi Ini dapat mengurangi konsentrasi tinggi pada fitohormon ABA, dimana hormon ini menjadi salah satu faktor utama yang menghambat kemampuan eksplan untuk menjadi embrios somatik (Grzyb et al. 2017). Beberapa kondisi sebagai respons terhadap eksisi eksplan terjadi penurunan drastis kandungan beberapa sitokinin, asam indole-3 asetat (IAA) dan ABA, sehingga memulai seluruh rangkaian peristiwa yang mengarah pada perolehan kompeten kalus embriogenik dan kemungkinan terjadi proses melambatnya induksi. Melalui peningkatan konsentrasi larutan sukrosa dianggap sebagai fase peralihan di mana sel-sel epidermis kembali berpotensi untuk membelah dan berkembang, sehingga eksplan mengalami restrukturisasi untuk menghasilkan kalus embriogenik (Grzyb et al. 2017). 

Sumber: Hye‑In, et al.,2021
Gambar 2. Tingkat ekspresi gen Tilia amurensis yang terlibat dalam embriogenesis somatik. Warna mewakili nilai TPM yang dinormalisasi dengan skala baris.

    Kita dapat melihat interaksi hormon terhadap embriogenesis somatik pada tingkat ekspresi gen tertentu. Kurang lebih lima belas gen yang terlibat, delapan diantaranya memberikan sinyal dan menghasilkan ekspresi yang tinggi. Informasi genetik berfungsi sebagai instruksi pembentuk protein, karena protein adalah unsur pembentuk sel, membentuk enzim yang mengkatalisasi reaksi kimia sel, mengatur ekspresi gen, memungkinkan komunikasi antara satu sel dengan sel lain sehingga adanya proses pergerakan (Lim, 2016). Jika kita melihat jalur pensinyalan embriogenesis somatik dapat dilihat perbandingan ekspresi gen di masing-masing tahapannya. Gen yang terkait dengan pensinyalan auksin sangat diekspresikan dalam SE dan menunjukkan peningkatan bertahap ekspresi selama embriogenesis somatik berlangsung, sedangkan sebagian besar giberelin oksidase yang terlibat dalam pensinyalan seperti asam giberelat (GA) kurang diekspresikan dalam SE. Domain B3 yang mengandung gen dapat mempengaruhi pensinyalan fitohormon dan BRASSINOSTEROID INSENSITIF-1 ASSOCIATED RECEPTOR KINASE 1 (SERK3) juga meningkat selama embriogenesis somatik. Faktor transkripsi PICKLE (PKL) dan VIVIPAROUS1/ABI3-LIKE (VAL) yang diketahui menghambat gen yang mengandung domain B3 menunjukkan pola ekspresi yang berbeda. PKL diekspresikan cukup tinggi di SE dan kadang-kadang di D (kontrol) , sedangkan VAL1 dan VAL2 umumnya menunjukkan ekspresi rendah di SE dan ekspresi tinggi di D (Kang, et al. 2021). LEA juga menunjukkan ekspresi yang tinggi pada tahap SE.
    Tokuji et al., (2003) melaporkan bahwa GA telah menurunkan induksi embrio somatik, misalnya inhibitor giberelin meningkat pada inisiasi jaringan embriogenik wortel. Pulman et al. (2005) juga membuktikan adanya peningkatan pada embriogenik konifer dan gen pensinyalan GA yang berkorelasi negatif dengan produksi embriogenesis somatik di A. thaliana (Wang, et al. 2004). Jika diperhatikan fitohormon auksin dan giberilin memiliki peran selama embriogenesis somatik, secara signifikan berperan pada induksi dan pematangan embrio somatik pada T. amurensis.
Genotip Eksplan
    Kalus embriogenik adalah tahap yang mendasar dari regenerasi tanaman metode mikropropagasi dan berfungsi sebagai bahan penting dari transformasi genetik serta sistem yang ideal untuk mempelajari keseluruhan diferensiasi sel tunggal dan ekspresi totipotensi, pemuliaan. Mikropropagasi melalui embriogenesis somatik dan kriopreservasi kalus embriogenik memungkinkan perbanyakan sebagai sumber benih unggul (Gao, et al. 2021). Murashige (1974) mengatakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan eksplan sebagai sumber jaringan diantaranya usia fisiologis dan ontogenetik organ, ukuran eksplan dan kualitas tanaman secara keseluruhan dari mana eksplan tersebut berasal. George dan Sherington (1984) juga mengatakan bahwa termasuk genotipe sebagai orientasi eksplan, karena dapat memainkan peran penting dalam morfogenesis untuk proses selanjutnya. Organogenesis dianggap proses optimal ketika respon terhadap regenerasi dari eksplan yang digunakan. Seperti yang di amati oleh Stanilova, et al.(1994) pada pembentukan pucuk dan bulblet paling aktif pada eksplan dari pelepah daun dan dari daun muda yang masih meristem. Meristem merupakan bagian tertentu pada tanaman secara alami memiliki sel/jaringan yang meristematik atau sel yang diinduksi untuk memiliki kemampuan sel yang terus membelah dengan cepat. Jaringan yang secara alami sudah memiliki bagian meristematik adalah tunas terminal/apikal, bakal tunas lateral/ samping dan ujung akar. Jaringan atau sel yang pada awalnya tidak memiliki kemampuan meristematik dapat diinduksi untuk berdiferensiasi sehingga memiliki kemampuan seperti jaringan meristematik alami (Kosmiatin and Husni, 2018). Rata-rata 4,19 dan 4,08 regeneran per eksplan diperoleh secara berturut-turut. Sedangkan eksplan dari pucuk dewasa sering lebih mengalami nekrosis, terutama ketika permukaan didesinfeksi  (Hanus and Rohr, 1987; George, et al.2008). Eksplan dari bagian yang sudah terdiferensiasi sering menghasilkan lebih banyak zat fenolik yang menghitamkan, misalnya eksplan pucuk dewasa dan nodal Juglans nigra menghasilkan dan melepaskan zat fenolik yang mengoksidasi serta menggelapkan media, dan jika tidak dilakukan tindakan, akan bersifat autotoksik dan membunuh eksplan (Van Sambeek et al. 1997; George, et al. 2008; McCown,1989). Kurang lebih 16% eksplan tanaman hilang karena penurunan kualitas eksplan dan eksudasi selama pembentukan embriogenesis, sedangkan 31% eksplan dewasa hilang. George, et al.(2008) memberikan solusi untuk masalah ini dengan mentransfer ke media segar setiap satu atau dua hari selama dua minggu pertama in vitro yang dipindahkan ke media segar setiap dua minggu. Selain mempengaruhi kematangan eksplan relatif hampir selalu memiliki pengaruh besar pada pertumbuhan dan morfogenesis somatik. Selain itu, Embrio zigotik adalah eksplan yang diambil dari bibit yang berkecambah merupakan eksplan yang dapat dimanfaatkan untuk embriogenesis atau organogenesis somatik (Smagula and Lyrene,1984; George, et al.2008; Kosmiatin and Husni, 2018). Pada kultur in vitro pohon berumur 1 tahun dan 5 tahun, laju pertumbuhan lebih rendah dan eksplan dari pohon dewasa tidak dapat dibentuk. Organogenesis baik langsung maupun tidak langsung mengalami pembentukan akar, maka harus diinduksi karena tunas terbentuk unipolar sehingga tidak terdapat meristem akar pada tunas aksilar maupun tunas adventif. Pada dasarnya pembentukan embrio somatik dari jaringan eksplan dapat mengurangi kemungkinan variasi somaklonal yang kerap terjadi pada jaringan yang diinduksi secara aktif membelah karena sel yang bersifat embrogenically predetermined (sel-sel somatik yang berkemampuan membentuk embrio), sehingga tidak memerlukan perlakuan untuk merubah karakter sel seperti pada embriogenesis somatik tidak langsung (Arnold et al. 2002; Germana et al. 2011; Kosmiatin and Husni, 2018).
Sumber: He, et al.,(1986)

1. lima tahap perkembangan (kiri ke kanan) embrio gandum (e-epiblas, s-scutellum, skala v-ventral pada scutellum) dengan bar1 mm.
2. Embrio gandum yang dikultur menunjukkan epiblas yang membengkak (e) (batang mewakili 0,5 mm).
3. Scanning mikrograf elektron embrio yang dikultur menunjukkan kalus epiblas halus (ditunjukkan oleh panah) yang terdiri dari sel-sel kecil dan jaringan yang memiliki struktur longgar dan terdiri dari sel-sel besar (garis mewakili 100 µm).
4. Mikrograf bagian vertikal media melalui embrio somatik yang menunjukkan kurangnya hubungan vaskular dengan jaringan di bawahnya. jaringan vaskular juga hampir tidak ada dari bagian serial 1 µm dari sisa embrioid (batang menunjukkan 250 µm).
5. Scanning mikrograf elektron dari epiblas yang menunjukkan pertumbuhan nodular (ditunjukkan oleh panah) dan struktur berdaun (1) menampilkan rambut daun (garis mewakili 100 µm)
6. Tanaman dewasa yang berasal dari kalus epiblas.

    Kalus yang berasal dari epiblas memiliki penampilan yang halus dan padat, terdiri dari sel-sel kecil dengan diameter 20 µm. Sel-sel ini kemudian terjadi melalui proliferasi jaringan yang tidak teratur dan terdediferensiasi yang disebut kalus (Ozias-Akins and Lörz, 1984; He, et al.,1986). Banyak dari pertumbuhan nodular dapat dilihat di bagian histologis pada jaringan vaskular yang menunjukkan tunas dan daun, serta embrioid somatik yang berkembang selama diferensiasi. Sebanyak 30 tanaman regenerasi yang berasal dari kalus epiblas dari tiga kultivar ditransplantasikan ke tanah dan semuanya matang secara normal dan menghasilkan benih yang baik, sangat jelas bahwa salah satu hormon terlibat (He, et al. 1986; Marquez-Lopez et al.2018; Mendez-Hernandez, 2019).

Perspektif
    Pencapaian hingga mekanisme molekuler pada inisiasi embriogenesis somatik menggunakan hormon dianggap sebagai upaya proses induksi embrio somatik yang direkomendasikan dalam menjaga keseimbangan hormon yang memungkinkan induksi membentuk embriogenisis somatik dengan optimal. Keberhasilan dalam embryogenesis somatik dapat dilihat dari Jaringan yang secara alami sudah memiliki bagian meristematik seperti tunas, bakal tunas dan ujung akar sebagai eksplan, sehingga jaringan atau sel yang pada awalnya tidak memiliki kemampuan meristematik dapat diinduksi untuk dediferensiasi dan memiliki kemampuan seperti jaringan meristematik alami. Mikropropagasi embriogenesis somatik pada in vitro menjadi teknologi yang terbaru dan akan menjadi sangat membantu dalam memahami pemodelan biofisik yang diperlukan seperti alat untuk mempelajari mekanika pembentukan SE. Komputasi adalah model yang telah dikembangkan sebagai bentuk perwakilan dalam memahami jaringan atau sel dua arah.

Referensi:

Alam I, S.A., Sharmin, M.K., Naher, M. J. Alam, Anisuzzaman, M., Alam, M. F. 2010. Effect of growth regulators on meristem culture and plantlet establishment in sweet potato POJ Vol. 3 No.2 hal. 35-39.

Ardiyani, F., Utami, E. S. W., Purnobasuki, H. 2021. Optimation of Auxin and Cytokinin on Enhanced Quality and Weight of Coffea liberica Somatic Embryos. Pelita Perkebunan Vol 37 no. 1 Hal. 1-12

AZIZI, A. A. A., ROOSTIKA, I., EFENDI, D.,2017.The In Vitro Shoots Multiplication Based on Explants Type on Six Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Genotypes. Jurnal Littri Vol 23 No. 2 Hal 90 - 97

Basri, A. H. H.2016.Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan Dalam Perbanyakan Tanaman Bebas Virus. Agrica Ekstensia. Vol. 10 No. 1 hal: 64-73

Chugh, A. and Khurana, P. 2002.Gene expression during somatic embryogenesis. Curr. Sci. vol.83 hal. 715–730.

Gao, F.,  Peng, C.,  · Wang, H., Shen, H.,  Yang, L.,.2021.Selection of culture conditions for callus induction and proliferation by somatic embryogenesis of Pinus koraiensis. J. For. Res. Vol 32 Hal. 483–491

George E.F., Hall M.A., Klerk GJ.D. 2008.Stock Plant Physiological Factors Affecting Growth and Morphogenesis. Plant Propagation by Tissue Culture. Springer, Dordrecht. pp hal. 403-422

Germana, M.A., Micheli, M., Chiancone, B., Standard, A., 2011. Organogenesis and encapsulation of in vitro-derived propagules of Carrizo citrange. Plant Cell Tiss Organ Cult Vol. 106 Hal. 299-307.

Grzyb M, Kalandyk A, Waligórski P, Mikuła A (2017) The content of endogenous hormones an sugars in the process of early somatic embryogenesis in the tree fern Cyathea delgadii Sternb. PlantCell Tiss Org Cult. Plant Cell, Tissue and Organ Culture (PCTOC) vol. 129, hal. 387–397

Grzyb, M., Kalandyk, A.,  Mikuła, A.,2018.Effect of TIBA, fluridone and salicylic acid on somatic embryogenesis and endogenous hormone and sugar contents in the tree fern Cyathea delgadii Sternb. Acta Physiologiae Plantarum Vol 40 No.1

 He, D. G., Tanner, G., Scott, K. J.,1986.Somatic Embryogenesis And Morphogenesis In Callus Derived From The Epiblast Of Immature Embryos Of Wheat (Triticum Aestivum). Elsevier Scientific Publishers Ireland Ltd. Plant Science, Vol.45 hal. 119--124

Husni, A., I. Mariska, and M. Kosmiatin. 1997. Embriogenesis somatic tanaman lada liar. Makalah Seminar Mingguan Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor

Hutami, S., I. Mariska, R. Purnamaningsih, M. Herman, D. Damayanti, and T.I. Utami. 2002. Regeneration of papaya (Carica papaya) through somatic embryogenesis. Proc. the 2nd Indonesian Biotechnology Conference. Indonesian Biotechnology Consortium, Jakarta.

Kang, H., Lee, C., Kwon, S., Park, J., Kang, K., Shim, D.,2021.Comparative transcriptome analysis during developmental stages of direct somatic embryogenesis in Tilia amurensis Rupr. Scientifc Reports 11:6359

Karjadi, A.K and Buchory, A. 2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhan jaringan meristem bawang putih pada media B5. Jurnal Hortikultura. Vol.17 No. 3 hal. 217-223

Khaerani, P. I., Nadir, M., Syahrir, R.,2018.In Vitro Selection of Salinity Tolerance Callus of Dwarf Napier Grass (Pennisetum purpureum cv. Mott). : Earth and Environmental Science 175

Kosmiatin, M., and Husni, A.,2018. MIKROPROPAGASI JERUK. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111, Indonesia pp hal. 209-230

Lim, H.2016.Stem Cell Epigenik.PT. Softmedia; Chicago. Vol 1,

Luo, J., Zhou, J. J., Zhang, J. Z.2018.Aux/IAA gene family in plants: molecular structure, regulation, and function. Int. J. Mol. Sci. Int. 19, 259

Mariska, I., S. Hutami, M. Kosmiatin, dan W.H. Adil. 2001. Regenerasi massa sel embriogenik kedelai setelah diseleksi pada kondisi Al berbeda dan pH rendah. Berita Puslitbangtan No. 20: 1-3.

Martin, K.P.2004.Plant regeneration through somatic embryogenesis in medicinally important Centella asiatica L. Vitro Cell Dev Biol Plant vol. 40 hal.586–591

McCOWN B.H. 1989. Birch (Betula spp.). in Bajaj, Y.P.S. (ed.). Biotechnology in Agriculture and Forestry, Vol. 5, Trees II. Springer Verlag, Berlin

Méndez-Hernández, H. A., Ledezma-Rodríguez, M., Avilez-Montalvo, R. N., Juárez-Gómez, Y. L., Skeete, A., Avilez-Montalvo, J., De-la-Peña

C., Loyola-Vargas, V. M., 2019.Signaling Overview of Plant Somatic Embryogenesis. Front. Plant Sci. Vol. 10 No.77

Mikuła, A., Pożoga, M., Grzyb, M., Rybczyński, J J.,2015.An unique system of somatic embryogenesis in the tree fern Cyathea delgadii Sternb.: the importance of explant type, and physical and chemical factors. Plant Cell Tiss Organ Cult Vol.123 hal. 467–478

Mizukami, M., Takeda, T., Satonaka, H., Matsuoka, H. 2008.Improvement of propagation frequency with two-step direct somatic embryogenesis from carrot hypocotyls. Biochem. Eng. J. Vol 38 hal 55–60

Murashige, T. 1874.Plant propagation through tissue culture. - Annu. Rev. Plant Physiol. Vol. 25 hal. 135-166

Ozias-Akins, P., and Lörz, H., 1984.Progress and limitations in the culture of cereal protoplasts. Trens in biotechnology.Vol. 2 No. 5 hal. 119-123

Pullman, G. S., Mein, J., Johnson, S., Zhang, Y. 2005Gibberellin inhibitors improve embryogenic tissue initiation in conifers. Plant Cell Rep. 23, 596–605.

Purba, L., Suminar, E., Sobardini, D., Rizky, W., Mubarok, S.,2017.THE Growth And Development Of Meristem Tissues Of Shallot (Allium Ascalonicum L.) Cv. Katumi In Vitro. Jurnal Agro Vol. IV, No. 2 hal 97-108

Quiroz-Figueroa, F. R., Monforte-González, M., Galaz-Ávalos, R.M., dan Loyola-Vargas, V.M. (2006). "Embriogenesis somatik langsung dalam canephora Coffea,"dalam Plant Cell Culture Protocols,eds V.M. Loyola-Vargas dan F. A. Vázquez-Flota (Totowa, NJ: Humana Press) hal. 111–117

Rai, V.R. and J. McComb. 2002. Direct somatic embryogenesis from mature embryos of sandalwood. Plant Cell Tissue and Organ Culture Vol. 69 Hal. 65-70.

Sajimin & Purwantari.2017. Induksi dan Multiplikasi Tunas Alfalfa (Medicago sativa L) secara In Vitro untuk Penyediaan Bibit Tanaman Pakan Ternak. Pros.Semnas.TPV, pp.523-530

Sari, R. L. K. and Ermavitalini, D.,2013.Respon Pertumbuhan Embrio Somatik Kedelai (Glycine max) Varietas Argomulyo dan Wilis Terhadap Cekaman NaCl. Jurnal Sains Dan Seni Pomits Vol. 2, No.1, 2337-3520

Stanilova, M. L., Ilcheva, V. P.,  Zagorska, N. A.,.1994. Morphogenetic potential and in vitro micropropagation of endangered plant species Leucojumaestivum L. and Lilium rhodopaeum Delip. Plant Cell Reports  Vol. 13 hal. 451-453

Sukmadjaja, D.2005. Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana. Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1,  pp. 1-6

Tokuji, Y. and Kuriyama, K. 2003.Involvement of gibberellin and cytokinin in the formation of embryogenic cell clumps in carrot (Daucus carota). J. Plant Physiol. Vol. 160 hal.133–141

Tretyakova, R. N., Kudoyarova, G. R., Park, M. E.,  Kazachenko, A. S., Shuklina, A. S., Akhiyarova, G. R., Korobova, A. V., Veselov, S. U.2019. Content and immunohistochemical localization of hormones during in vitro somatic embryogenesis in long-term proliferating Larix sibirica cultures. Plant Cell Tiss Organ Cult No. 136, 511–522

Van Sambeek J.W., Lambus L.J., Khan S.B. & Preece J.E. 1997.In vitro establishment of tissues from adult black walnut. USDA Forest Service General Technical Report NC-191. pp. hal. 78-92

Wang, H., Caruso, L. V., Downie, A. B., Perry, S. E. 2004. The embryo MADS domain protein AGAMOUS-Like 15 directly regulates

Wang, H., Caruso, L. V.,   Downie, A.B., Perry, S. E.2004.The Embryo MADS Domain Protein AGAMOUS-Like 15 Directly Regulates expression of a gene encoding an enzyme involved in gibberellin metabolism. Plant Cell Vol 16 hal.1206–1219

Williams, E. G. and Maheswaran.1986.Somatic Embryogenesis: Factors Influencing Coordinated Behaviour of Cells as an Embryogenic Group;a review article. Annals of Botany 57, 443-462, 1986

Zuyasna, Hafsah, S., Fajri, R., Syahputra, M. O., Ramadhan, G.,2012.The effect of picloram concentrations and explants types on the induction of somatic embryo on North Aceh Cocoa genotype. Proceedings of The 2nd Annual International Conference Syiah Kuala University 








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vektor DNA Rekombinan

Ekspresi Gen Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan

Teknologi Editing Genom “CRISPR Cas9” Pada Tanaman